PENGADAAN BARANG JASA MELALUI E-CATALOGUE
By. FARIS SHAFRULLAH
Kantor Walikota Kota Administrasi Jakarta Pusat.
Minggu, 07 Mei 2017
Minggu, 12 Februari 2017
INTERNATIONAL JOURNAL OF CORRUPTION
Oleh : Faris Shafrullah
Perilaku korupsi adalah merupakan tindak pidana yang merugikan keuangan pemerintah dan masyarakat. Korupsi sangat menghambat pertumbuhan ekonomi bagi negara. Ada 2 teori atau mazhab yang dikenal dalam tindak korupsi.
1. Teori Pelumas (Grease of The Wheel Theory)
2. Teori Penghambat (Sand of The Wheel Theory)
Teori Pelumas (Grease of The Wheel Theory), adalah teori yang menyatakan atau mendukung bahwa korupsi sebagai pelumas pertumbuhan ekonomi. Adanya korupsi, bisa mempercepat waktu tunggu dalam pengurusan ijin, birokrasi, menggerakan perekonomian, menghemat waktu pekerjaan, menghemat manfaat yang akan didapat, dan meningkatkan produksi (Samuel P Huntington, Nathaneal Leff)
Teori Pelumas (Sand of The Wheel Theory), adalah teori yang menyatakan atau mendukung bahwa korupsi sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi. Adanya korupsi, bisa menimbulkan ekonomi biaya tinggi, menghambat laju roda perekonomian, menghambat produksi, tidak ada kompetisi, menurunkan investasi.(Paulo Mauro, Kwabena Gyimah Brempong, Park Hung Mo)
Perilaku korupsi adalah merupakan tindak pidana yang merugikan keuangan pemerintah dan masyarakat. Korupsi sangat menghambat pertumbuhan ekonomi bagi negara. Ada 2 teori atau mazhab yang dikenal dalam tindak korupsi.
1. Teori Pelumas (Grease of The Wheel Theory)
2. Teori Penghambat (Sand of The Wheel Theory)
Teori Pelumas (Grease of The Wheel Theory), adalah teori yang menyatakan atau mendukung bahwa korupsi sebagai pelumas pertumbuhan ekonomi. Adanya korupsi, bisa mempercepat waktu tunggu dalam pengurusan ijin, birokrasi, menggerakan perekonomian, menghemat waktu pekerjaan, menghemat manfaat yang akan didapat, dan meningkatkan produksi (Samuel P Huntington, Nathaneal Leff)
Teori Pelumas (Sand of The Wheel Theory), adalah teori yang menyatakan atau mendukung bahwa korupsi sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi. Adanya korupsi, bisa menimbulkan ekonomi biaya tinggi, menghambat laju roda perekonomian, menghambat produksi, tidak ada kompetisi, menurunkan investasi.(Paulo Mauro, Kwabena Gyimah Brempong, Park Hung Mo)
Senin, 06 Februari 2017
BALANCE SCORE CARD
Oleh : Faris Shafrullah
Konsep Balanced Scorecard (BSC) adalah
pendekatan terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Kaplan
(Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal
dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced berarti
adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance
jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat
internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu
skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang.
Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan
oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan strategi bisnisnya.
Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan
untuk sukses mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak
dimiliki sistem strategi manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional
hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik
beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan
bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan
dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem
manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu:
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis
(Mulyadi, 2001, p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren,
(3)seimbang dan (4) terukur
PERSPEKTIF DALAM BALANCED SCORECARD
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:
1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih
dan ROI, karena tolak ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan
untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak dapat menggambarkan
penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau
organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard (BSC) adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan.
BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi
yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan
Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga
meningkatkan laba (melalui peningkatan revenue).
2.
Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkanlaba
(melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk
menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang digunakan atau
melakukan investasi dalam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang :
Pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran
finansial yang menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan;
Kedua adalah akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang
lainnya tentang target yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda.
Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada
tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat
potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan
mengenai sumber daya untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan,
membangun serta mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada
sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya
hubungan kerja secara menyeluruh dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan
pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini adalah mengukur
persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di
pasar sasaran.
Sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan.
Harvest (menuai), berikutnya suatu usaha akan mengalami suatu
tahap yang dinamakan harvest di mana suatu organisasi atau badan usaha akan
berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini adalah
untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.
2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya, manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:
1). Kelompok pengukuran inti (icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.
2). Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a.
Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b.
Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan,
termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan
pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c.
Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk
menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang saham melalui financial returns.
Tiap-tiap perusahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam
keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan
inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses inovasi itu sendiri terdiri
atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melakukan
proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil
inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk
tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi
tambahan pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya
investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan
perusahaan, mulai dari saat penerimaan order dari pelanggan sampai produk
dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk
kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini, berdasarkan fakta
menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayanan purna jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di
sini, dapat berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.
4. Perspektif Pembelajaran Dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi internal perusahaan, yaitu:
1). Kapabilitas pekerja.
Kapabilitas pekerja adalah merupakan bagian
kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada
3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:
a.
Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk
meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada
konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan
pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, akses untuk mendapatkan
informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta
dukungan dari atasan.
b.
Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk
mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui
pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya
seorang pekerja yang bukan karena keinginan perusahaan merupakan loss pada
intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase
turn over di perusahaan.
c.
Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari
pengaruh keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses
internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah untuk menghubungkan output
yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk
menghasilkan output tersebut.
2). Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk
kapabilitas sistem informasi adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat
ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh
informasi yang dibutuhkan.
3). Iklim organisasi yang mendorong timbulnya
motivasi, dan pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang
berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah jumlah
saran yang diberikan pekerja.
TRANSFORMASI
PERUBAHAN BALANCED SCORECARD MENUJU PENYEMPURNAAN
Dalam perkembangannya balanced scorecard
tidak hanya sekedar alat pengukuran kinerja, tetapi telah bertransformasi
sebagai sebuah sistem manajemen strategik perusahaan yang digunakan untuk
menterjemahkan visi, misi, tujuan dan strategi ke dalam sasaran strategik dan
inisiatif strategik yang komprehensif, koheren dan terukur. Pada
perkembangannya balanced scorecard telah mengalami beberapa penyempurnaan, pada
generasi :
Pertama
;
yaitu pada awal tahun 90-an, balanced scorecard hanya didesain sebgai alat
pengukuran kinerja manajemen dalam empat perspektif yang harus dapat memberikan
jawaban terhadap empat pertanyaan dasar yaitu:
1.
Apa yang harus kita perlihatkan kepada pelanggan kita ? (Pelanggan; dalam hal
ini masyarakat pengguna jasa kita)
2.
Apa yang harus kita perlihatkan kepada para pemegang saham ? (Keuangan; dalam hal
ini apa yang kita bisa tunjukkan pada atasan kita melalui realisasi
anggaran/pengelolaan keuangan DPA)
3.
Proses bisnis apa yang harus kita kuasai ? (Bisnis Internal; bagaimana kita
melaksanakan tugas dan fungsi sesuai Perda/Pergub)
4.
Bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan meningkatkan diri ? (Pertumbuhan
dan Pembelajaran; bagaimana kita memelihara dan meningkatkan kemampuan kita
guna menghadapi tantangan dari pihak eksternal)
Evaluasi kinerja dillakukan dengan cara
membandingkan rencana kerja yang ingin diwujudkan dengan realisasi hasil kerja,
model balanced scorecard generasi pertama ini menimbulkan kesulitan terutama
terkait dengan penentuan ukuran kinerja serta pengelompokkan ukuran kinerja ke
setiap perspektif.
Kedua ; balanced
scorecard mulai dikembangkan dengan sistem hubungan kausalitas (sebab-akibat)
antara berbagai item ukuran kinerja yang ada didalam empat perspektif kinerja.
Hubungan kausalitas ini dibuktikan oleh adanya keterkaitan yang sangat erat
antara item ukuran kinerja, jadi balanced scorecard pada generasi kedua ini
tidak hanya terbatas pada hubungan antara empat perspektif secara umum.
Konsekuensi dari adanya perubahan ini adalah perubahan metodologi pendesainan
balanced scorecard yaitu dengan cara membuat kaitan strategi organisasi
langsung dengan item-item yang menjadi ukuran kinerja. Namun begitu masih
terdapat kelemahan dalam model generasi kedua ini yaitu adanya kesulitan
manajemen dalam menentukan prioritas tujuan strategik dan target yang mendukung
pencapaian visi dan misi organisasi.
Ketiga,
dimana perbaikan model balanced scorecard lebih berfokus relevansi penentuan
target kinerja dan validitas pemilihan sasaran strategik. Balanced scorecard periode
ini digunakan sebagai alat untuk menerjemahkan visi dan misi organisasi ke dalam
sasaran strategik dan insiatif strategik yang terukur, terencana, komprehensif,
koheren dan seimbang. Penentuan target kinerja dan insiatif strategi merupakan
mata rantai untuk mengantarkan visi, misi, dan tujuan organisasi ke tahap
implementasi. Setelah tujuan, ukuran kinerja, target kinerja, dan insiatif
kinerja ditetapkan, langkah berikutnya adalah membuat kaitan antara item-item
dalam kartu skor yang mencakup empat perspektif. Kaitan tersebut menunjukkan
adanya hubungan sebab-akibat antara satu sasaran strategik dengan sasaran
strategik lainnya.
Balanced scorecard pada generasi ketiga
ini menghasilkan model pengukuran kinerja yang paling powerful karena
menunjukkan adanya integrasi proses manajemen organisasi yang dimulai dari
tahap perencanaan yaitu dengan menetapkan visi dan misi yang berisikan
kesepakatan individu-individu dalam mencapai tujuan organisasi, kemudian
diterjemahkan dalam strategi organisasi yang diimplementasikan melalui
program/kegiatan organisasi dalam empat perspektif balanced scorecard yang
saling berkaitan, selanjutnya akan diambil umpan balik atas berbagai informasi
yang didapat dari evaluasi pelaksanaan program/kegiatan organisasi.
PENGUKURAN KINERJA KELURAHAN / KECAMATAN DENGAN BALANCE SCORECARD
Bagaimana
cara mengukur kinerja SKPD/UKPD
Pertama
;
Lihat Visi dan Misi nya SKPD/UKPD.!
Apa misi SKPD/UKPD ? Misi adalah suatu
tata cara guna mencapai visi yang telah ditetapkan oleh organisasi SKPD/UKPD.
Pelayanan dan program apa yang akan diberikan
oleh SKPD/UKPD?
Kedua dilihat Perspektif Pertumbuhan Dan
Pembelajaran; adalah Bagaimana SKPD/UKPD terus melakukan perubahan dan
perbaikan nilai
Tujuan : ......................
Ukuran : ......................
Target : ......................
Inisiatif : ......................
Ketiga dilihat dari Perspektif Bisnis
Internal; adalah Bagaimana SKPD/UKPD membangun keunggulan.
Tujuan : ......................
Ukuran : ......................
Target : ......................
Inisiatif : ......................
Keempat dilihat dari Perspektif
Keuangan; adalah Bagaimana SKPD/UKPD menambah nilai dan mengurangi biaya.
(Efisiensi dan efektivitas)
Tujuan apa yang tertuang dalam DPA :
......................
Ukuran nya bagaimana :
......................
Target nya apa: ......................
Inisiatif yang dilakukan apa saja:
......................
Kelima dilihat dari Kepuasan Pelanggan /
Masyarakat pengguna jasa SKPD/UKPD; adalah bagaimana SKPD/UKPD menciptakan
nilai bagi pelanggan.
Tujuan : ......................
Ukuran : ......................
Target : ......................
Inisiatif : ......................
Bagi SKPD/UKPD; bahwa ukuran finansial
bukan merupakan tujuan utama organisasi, tetapi ukuran outcome lebih dominan
pada organisasi sektor publik dimana perpektif pelanggan menjadi misi utama
organisasi. Hal ini sejalan dengan fungsi instansi pemerintah yang dituntut
untuk dapat merespon berbagai keinginan dan kebutuhan masyarakat akan
penyediaan barang dan pelayanan publik. Strategi yang diterapkan bagi instansi
pemerintah adalah bagaimana agar masyarakat/pelanggan dapat merasakan pelayanan
yang diberikan oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya tanpa harus memperhatikan
berapa pendapatan yang akan diterima dari masyarakat jika pemerintah
menyediakan barang dan pelayanan publik tertentu. Cara pandang demikian
dikarenakan masyarakat berkewajiban membayar pajak yang dipungut oleh
pemerintah sebagai sumber pembiayaan barang dan jasa publik, sehingga
pemerintah sebagai imbal jasanya diwajibkan pula memberikan pelayanan yang
optimal bagi masyarakat.
Berdasarkan strategy map balanced
scorecard untuk organisasi sektor publik di atas, maka dapat disusun kerangka
instrumen penilaian balanced scorecard pada sektor publik sebagai berikut:
1. Perspektif Kepuasan Pelanggan
Tujuan
dari perspektif kepuasan pelanggan antara sektor publik dengan sektor swasta
pada intinya sama yaitu untuk mengetahui bagaimana pelanggan melihat
organisasi?, sedangkan perbedannya terletak pada siapa yang menjadi pelanggan.
Pada organisasi sektor publik yang menjadi pelanggan utama adalah masyarakat
pembayar pajak dan masyarakat pengguna layanan publik, sehingga pertanyaan yang
muncul diatas dimodifikasi menjadi bagaimana masyarakat pembayar pajak dan
pengguna layanan publik melihat organisasi?.
Dengan
begitu fokus utama organisasi sektor publik pada perspektif ini adalah
penyediaan barang dan jasa publik yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau. Untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan, Valarie Zeithaml, A.
Parasuraman, dan Leonard A. Berry (1996) telah mengembangkan sebuah instrumen
yang dinamakan Service Quality (servqual) yang terbukti mampu mengukur tingkat
kepuasan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima kedalam 5 dimensi yaitu:
a. Wujud fisik (tangibles), adalah penampilan fisik
seperti: tempat pelayanan, sarana dan prasarana yang dapat dilihat langsung
secara fisik oleh pelanggan.
b. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsiveness), adalah
kemampuan pegawai untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
tanggap.
d. Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan
keramahan pegawai yang dapat menimbulkan kepercayaan diri pelanggan/masyarakat
terhadap SKPD/UKPD.
e.
Empati (emphaty), adalah ketersediaan pegawai perusahaan untuk peduli,
memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan dan kenyamanan
dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan
2. Perspektif Keuangan
Dalam
organisasi sektor publik perspektif keuangan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana kita meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya? Dan bagaimana kita
melihat masyarakat pembayar pajak?.
Perspektif
keuangan menjelaskan apa yang diharapkan oleh penyedia sumber daya terhadap
kinerja keuangan organisasi sektor publik, dalam hal ini adalah masyarakat
pembayar pajak. Dimana masyarakat tersebut mengharapkan uang yang telah
dibayarkan dapat digunakan oleh pemerintah secara ekonomi, efisien dan efektif
(value for money) serta memenuhi prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas
publik. Indikator kinerja pada perpektif keuangan adalah :
a). Ekonomi,
b). Efisiensi,
c). Efektivitas,
d). Likuiditas ; adalah kemampuan suatu
organisasi untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi,
dimana SKPD/UKPD mempunyai uang dalam DPA, namun belum tentu dapat memenuhi
segala kewajibannya pada saat dibutuhkan oleh masyarakat, karena ada jadwal
dari DPA tersebut
e). Solvabilitas ; adalah kemampuan suatu
organisasi untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya pada saat organisasi
tersebut dilikuidasi. Solvabilitas dapat diukur dengan jumlah uang yang
dimiliki dan beban tugasnya dalam DPA dibandingkan dengan jangka waktu
pelaksanaan pekerjaan yang dapat diselesaikan
3. Perpektif Bisnis Internal
Pada
dasarnya perspektif bisnis internal adalah membangun keunggulan organisasi
melalui perbaikan proses internal organisasi yang berkelanjutan, dan perspektif
ini harus mampu menjawab pertanyaan kita harus unggul dibidang apa? serta
bagaimana kita membangun keunggulan?. Beberapa aspek yang dapat memberikan
gambaran kinerja perspektif ini, yaitu:
a. Sarana dan prasarana, adalah variabel yang
menggambar kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki dalam mendukung kegiatan
internal.
b.
Proses, maksudnya adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan pegawai atas suatu
rangkaian pekerjaan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan publik.
c. Kepuasan berkerja, adalah variabel yang
menggambarkan tingkat kepuasan berkerja pegawai.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Dalam
organisasi sektor publik perspektif pertumbuhan dan pembelajaran difokuskan
untuk menjawab pertanyaan bagaimana organisasi terus melakukan perbaikan dan
menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholdersnya?. Dengan demikian organisasi
sektor publik harus terus berinovasi, berkreasi dan belajar untuk melakukan
perbaikan secara terusmenerus dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan.
Indikator kinerja yang dapat menggambarkan perspektif ini adalah:
a. Motivasi (rewards and punishment), variabel
ini menggambarkan tingkat kepuasan pegawai atas kebijakan-kebijakan yang
diambil manajemen dalam menjalankan organisasi.
b. Kesempatan mengembangkan diri, adalah variabel
yang menggambarkan tingkat kepuasan pegawai atas program-program pengembangan
diri yang diterapkan oleh organisasi.
c. Inovasi, merupakan variabel yang menunjukkan
adanya kesempatan bagi pegawai untuk kreatif dan menemukan hal-hal baru dalam
upaya peningkatan pelayanan publik.
d. Suasana dalam berkerja, adalah variabel yang
menggambarkan tingkat kepuasan pegawai atas suasana kerja, hubungan antara
pegawai dengan pimpinan dan kerjasama tim dalam menyelesaikan pekerjaan.
INSTRUMEN
PENILAIAN PADA SKPD/UKPD DENGAN BALANCE SCORECARD
PERSPEKTIF
|
PERTANYAAN
|
INSTRUMEN
PENILAIAN
|
SCORE
|
Pelanggan/Masyarakat
|
Bagaimana
masyarakat pengguna pelayanan publik melihat SKPD / UKPD
|
a. Wujud fisik (tangibles)
b. Keandalan (reliability)
c. Daya tanggap (responsiveness)
d. Jaminan (assurance)
e. Empati (emphaty)
|
|
Keuangan
|
1. Bagaimana
kita meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya?
2. Bagaimana
kita melihat pembayar pajak / masyarakat ?
|
a. Ekonomi
b. Efisiensi
c. Efekivitas
d. Likuiditas
e. Solvabilitas
|
|
Proses
Internal
|
Bagaimana
kita membangun keunggulan ?
|
a. Sarana dan
prasarana
b. Proses
c. Kepuasan
bekerja
|
|
Pertumbuhan
dan Pembelajaran
|
Bagaimana kita terus melakukan perbaikan dan
menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholder ?
|
a. Motivasi
b. Kesempatan
mengembangkan diri
c. Inovasi
d. Suasana
dalam berkerja
|
Untuk melakukan penilaian pada SKPD/UKPD yaitu dengan menggunakan kuesioner serta pengamatan langsung berdasarkan item-item pertanyaan dalam kuesioner tersebut, kemudian diberikan skor.
Nilai skor kita berikan dengan rentang 0 - 100
Hasil skor tersebut kemudian dilakukan perhitungan dengan melihat / menilai seberapa besar nilai poin yang diperoleh oleh masing-masing SKPD/UKPD.
Selanjutnya dibuatkan analisis dan simpulan dari hasil kuesioner terhadap SKPD/UKPD yang telah dinilai
Terakhir adalah memberikan saran, rekomendasi dan solusi kepada SKPD/UKPD
Kamis, 02 Februari 2017
SABER PUNGLI
Pemberantasan pungutan liar (pungli) sangat serius diupayakan oleh
pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam rapat koordinasi dengan
gubernur dari seluruh Indonesia di Istana Negara, Kamis 20 Oktober 2016,
Presiden membicarakan langkah-langkah konkret pemberantasan pungli di
semua lapisan pelayanan masyarakat.
Pungutan liar yang sudah terlalu lama dibiarkan terjadi mungkin telah menjadi budaya tersendiri dalam pelayanan masyarakat di Indonesia. Tak ingin hal tersebut terus terjadi, Presiden Joko Widodo menegaskan kepada jajarannya di daerah untuk menyelaraskan langkah dengan pemerintah pusat dalam upaya pemberantasan pungli di Indonesia.
Pungli ini sudah bertahun-tahun dan kita menganggap itu adalah sebuah hal yang normal, kita permisif terhadap pungli itu. Karena itu saya ajak para gubernur bicarakan langkah kongkret bicara pungutan liar. Tidak hanya urusan KTP, tidak hanya urusan sertifikat, tidak hanya urusan di pelabuhan, kantor, bahkan di sumah sakit. Hal-hal apapun yang berkaitan dengan pungutan yang tidak resmi harus kita bersama hilangkan. Dengan keterpaduan itulah kita harapkan operasi pungli ini akan efektif, tegas Presiden.
Di hadapan para gubernur, Presiden kembali mengingatkan bahwa semangat pemberantasan pungli bukanlah terletak pada jumlah kerugian yang ditimbulkannya, namun lebih pada akar budayanya yang hendak dihilangkan.
Yang namanya pungutan liar bukan hanya soal besar-kecilnya, tapi keluhan yang sampai ke saya itu memang sudah puluhan ribu banyaknya. Ini persoalan yang harus kita selesaikan. Jadi bukan masalah urusan sepuluh ribu, tapi pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu, terangnya.
Presiden juga mengingatkan, pungutan liar tidak hanya berdampak kecil pada buruknya kualitas pelayanan masyarakat. Bila hal tersebut dibiarkan begitu saja, pada akhirnya juga menjalar ke hal yang lebih luas lagi. Pungli juga melemahkan daya saing nasional.
Pungutan liar yang sudah terlalu lama dibiarkan terjadi mungkin telah menjadi budaya tersendiri dalam pelayanan masyarakat di Indonesia. Tak ingin hal tersebut terus terjadi, Presiden Joko Widodo menegaskan kepada jajarannya di daerah untuk menyelaraskan langkah dengan pemerintah pusat dalam upaya pemberantasan pungli di Indonesia.
Pungli ini sudah bertahun-tahun dan kita menganggap itu adalah sebuah hal yang normal, kita permisif terhadap pungli itu. Karena itu saya ajak para gubernur bicarakan langkah kongkret bicara pungutan liar. Tidak hanya urusan KTP, tidak hanya urusan sertifikat, tidak hanya urusan di pelabuhan, kantor, bahkan di sumah sakit. Hal-hal apapun yang berkaitan dengan pungutan yang tidak resmi harus kita bersama hilangkan. Dengan keterpaduan itulah kita harapkan operasi pungli ini akan efektif, tegas Presiden.
Di hadapan para gubernur, Presiden kembali mengingatkan bahwa semangat pemberantasan pungli bukanlah terletak pada jumlah kerugian yang ditimbulkannya, namun lebih pada akar budayanya yang hendak dihilangkan.
Yang namanya pungutan liar bukan hanya soal besar-kecilnya, tapi keluhan yang sampai ke saya itu memang sudah puluhan ribu banyaknya. Ini persoalan yang harus kita selesaikan. Jadi bukan masalah urusan sepuluh ribu, tapi pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu, terangnya.
Presiden juga mengingatkan, pungutan liar tidak hanya berdampak kecil pada buruknya kualitas pelayanan masyarakat. Bila hal tersebut dibiarkan begitu saja, pada akhirnya juga menjalar ke hal yang lebih luas lagi. Pungli juga melemahkan daya saing nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)